20/04/2024

Warta5.com

cerdas mewartakan

Generasi Millenial Ubah Peta Filantropi Indonesia

2 min read

[ A+ ] /[ A- ]

JAKARTA (KBK) – Dalam 5 tahun terakhir peran dan keterlibatan kaum muda dalam kegiatan filantropi meningkat secara signifikan.

Tren baru filantropi Indonesia ini tergambar dari paparan para pembicara ‘Filanthrophy Learning Forum 5’ dengan tema “MILLENIAL PHILANTHROPY: Muda, Peduli dan
Membuat Perubahan” yang digelar Filantropi Indonesia bekerja sama dengan Pundi Amal SCTV di Jakarta (31/3/2016)

Dalam forum ini terungkap bahwa, sebagian mereka mendirikan yayasan atau organisasi berbasis komunitas untuk mengembangkan berbagai program sosial yang menjadi minat atau perhatiannya. Sebagian lainnya menjadi pendukung, volunteer dan donatur di berbagai organisasi sosial. Keterlibatan kaum muda dalam kegiatan filantropi ini merubah peta dan pola filantropi di Indonesia.

Filantropi tak lagi identik dengan aktivitas kedermawanan “orang tua” atau ”orang kaya” yang bisanya dilakukan di hari tua atau menjelang pensiun. Filantropi juga tidak lagi identik dengan kegiatan kedermawanan dalam bentuk pemberian donasi untuk kegiatan keagamaan, penanganan bencana, penyantunan dan pelayanan sosial.

Forum ini dihadiri oleh para pegiat filantropi, menghadirkan 4 pembicara dari kalangan kaum muda yang mengembangkan lembaga dan kegiatan filantropi, serta melibatkan anak muda sebagai donatur dan pendukungnya.

Mereka adalah Vikra Ijas (Kitabisa.com). Marsya Anggia (Indo Relawan), Faye Simanjuntak (Rumah Faye) dan Reza S. Zaki (Rumah Imporium).

Direktur Filantropi Indonesia, Hamid Abidin, menjelaskan bahwa generasi millennial adalah kelompok demografis (cohort) yang lahir diantara tahun 1980-an sampai 2000-an dan saat ini berusia 15 – 34 tahun. Berbeda dengan kegiatan filantropi generasi sebelumnya, inisiatif sosial kemanusian dan pemberdayaan yang dilakukan kaum muda ini umumnya dilakukan melalui komunitas dengan memanfaatkan tekonologi informasi dan budaya pop.

Selain menaruh perhatian pada penajaman dan kedalaman isu, para filantrop milenial yang berlatar belakang enterpreuneur, ahli IT, pekerja seni dan pegiat sosial ini juga berusaha untuk mengemas program filantropi agar terlihat lebih populer, menyenangkan serta mengandung aspek pemberdayaan ekonomi.Karena itu, seorang Filantropmilenial banyak difgambarkan sebagai seorang tech savvy, wirausahawan, berpendidikan dan berpikiran independen yang terdorong untuk “berbuat baik.”

Erna Witoelar, Ketua Badan Pengarah Filantropi Indonesia melihat peran generasi milennial dalam mengembangkan filantropi secara tidak langsung telah mengubah pola menyumbang yang selama ini identik dan terfokus pada dana. Berbeda dengan generasi sebelumnya,mereka tidak hanya sekedar ingin terlibat dalam kegiatan filantropi dengan memberikan donasi, tapi juga memanfaatkan potensi dan kapasitasnya untuk mengembangkan dan mempertajam inisiatif sosial yang dilakukan.

Dikatakannya, generasi millenial ini memperluas bentuk kontribusi atau sumbangannya menjadi 5 bentuk, yakni pengetahuan/keterampilan, waktu, voice (suara/aspirasi), jaringan, cinta (kinesthetic ability) dan dana.

Dengan menggabungkan 5 bentuk pemberian itu, lanjut Erna, generasi millenial tidak hanya melihat filantropi sebagai kegiatan sosial, tapi sebagai investasi sosial yang berdampak luas dan berkelanjutan. Mereka juga memandang keterlibatannya dalam kegiatan filantropi sebagai investasi bagi pengembangan karakter dan kapasitasnya untuk menjadi pemimpin di masa mendatang.

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.