26/04/2024

Warta5.com

cerdas mewartakan

Karena Mereka Juga Manusia

3 min read

[ A+ ] /[ A- ]

JAKARTA – Kendaraan yang membawa Tim Lembaga Pelayan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa, Kamis pagi (10/8/2017) melaju keluar dari Tol Cilegon Timur. Kali ini perjalanan mengarah ke Pandeglang, Banten. Ada 3 tempat lokasi yang akan dituju, jaraknya antara lokasi cukup berjauhan. Namun semuanya harus ditinjau, karena ini sudah menjadi kewajiban bagi lembaga yang bertugas melayani masyarakat untuk merespon pengaduan masyarakat tentang dhuafa yang terlantar.

Tidak jauh dari pintu keluar tol, kendaraan berhenti sejenak, Mustaki staf LPM turun dari kendaraan bergegas ke warung Padang yang berada di pinggir jalan itu. Ia memesan beberapa bungkus nasi dengan lauk dan sayur dipisah. Di mobil itu hanya empat orang; Sanusi (driver), Mustaki, KBK dan Iim Nurohim (Staf LPM), tetapi Mustaki membeli lebih dari empat bungkus nasi dan ketika melirik ke jam, hari masih terbilang pagi untuk makan siang. Sedangkan sarapan pagi juga sudah lewat dari waktunya, bahkan tim sudah sarapan sebelum berangkat.

Dengan penuh pertanyaan dalam pikiran, sementara mobil terus melaju menuju pedalaman Pandeglang. Sesampai di Cidahu, mobil mendadak berhenti, Mustaki dan Iim turun sambil menenteng satu bungkus nasi, lauk dan sayur serta sebotol air mineral. Pertanyaan yang tadi berputar di kepala terjawab sudah, ternyata nasi itu untuk dibagikan kepada orang yang mengalami gangguan kejiwaan yang ditemui di sepanjang jalan.

Iim mendekati orang yang mengalami gangguan itu, yang tengah duduk bermenung di teras sebuah warung yang tutup. Ia seperti tunawisma, tangannya penuh bekas kudisan. Agaknya ia juga menderita gatal-gatal. Pakaiannya juga kumal. Iim menawarkan makanan, ternyata dengan sangat antusias ia menyambutnya. Mungkin ia sudah terlalu lapar, ia mengambilnya dan membukanya. Namun Iim menstop gerak tangannya.

“Nanti dulu jangan dimakan dulu, cuci tangan dulu baru makan,” ungkap Iim.

Iim membuka tutup botol air mineral yang dipegangnya, dan meraih tangan penderita tersebut. Dan Iim mencurahkan air ke tangannya, sadar ia harus cuci tangan, dengan refleks jari dari kedua tangan penderita itu digunakannya untuk saling membersihkan.

Setelah bersih, kemudian ia mulai menarik nasi bungkus yang dipegang Iim dan melahapnya. Mustaki tidak ketinggalan mengambil gambar moment bersahaja itu. Setelah itu tim melanjutkan perjalanan.

Lama di perjalanan, belum ditemukan lagi penderita gangguan kejiwaan. Barulah 2 jam berikutnya di Pasar Panimbang, Pandeglang ditemukan dua orang penderita gangguan kejiwaan. Yang pertama, duduk di pinggir jalan sambil menampungkan kaleng susu di depannya. Agaknya ia meminta kasihan setiap orang yang lewat. Iim pun mendatangi penderita gangguan yang kurus tersebut dan menawarkan makan.

Nampaknya ia senang diberi nasi bungkus. Ketika nasi bungkus berpindah tangan, ia langsung membukanya. Seperti biasa sebelum tangannya menyentuh nasi, Iim mengingatkan untuk mencuci tangan terlebih dahulu. Iim menuangkan air mineral ke tangannya dan membantu membersihkan tangan penderita tersebut. Setelah itu Iim mempersilahkan Penderita itu makan.

Seorang penderita lainnya tidak jauh dari penderita pertama, ia terduduk di bawah gardu telkom. Rambutnya gimbal dan kapalan, entah berapa tahun lamanya tidak tersentuh air. Penderita ini gagu, ia tidak bisa bicara.

Menurut tukang ojek pangkalan yang ada di sekitar Pasar Panimbang itu, mereka tidak pernah mendengar suara dari penderita gangguan kejiwaan tersebut. Badannya juga kumuh dan dekil. Bajunya yang dipakai sudah hancur, hanya tersisa sedikit yang masih tergantung di leher. Celananya juga sudah sobek, agaknya penderita ini suka tidur sembarangan.

Iim pun menghampiri dan menawarkan makan. Ia tidak menolak dan langsung membukanya. Iim melarangnya, cuci tangan dulu. Kali ini, tangan penderita ini sangat kumal, kukunya panjang dan hitam penuh daki. Iim dan Mustaki membantu mencuci tangannya.

Sebelum berangkat meninggalkan penderita tersebut, Mustaki mengambil sebuah baju kaos di mobil dan membantu memasangkan kepada penderita yang sedang makan tersebut. Baju lama yang hanya tinggal sebagian dan kumal dibuka, diganti dengan baju kaos putih.

Sejauh itu penderita tersebut tidak menolak, dan mengikuti apa yang disarankan kepadanya padahal tampangnya sangar dan brutal. Mungkin karena tampang itulah membuat orang sekitar takut mendekatinya. Karena itu pula yang menyebabkan ia terlantar di jalanan, karena orang takut diamuknya.

Tapi apa yang dilakukan tim LPM Dompet Dhuafa sungguh luar biasa. Dengan melawan rasa takut, ia hadirkan cinta untuk penderita kejiwaan itu, mungkin karena itu pula penderita itu menjadi luluh dan mau mengikuti apa saja yang diberlakukan kepadanya.

Ketika ditanyakan kepada Mustaki, kenapa ia dan teman-teman melakukan itu. Dijawabnya, sudah menjadi kewajiban sebagai lembaga pelayan masyarakat, kalau tim melakukan asesmen ke luar daerah selalu menyempatkan diri memberikan makan dan berbagi dengan penderita kejiwaan yang terlantar di jalanan.

“Karena mereka juga manusia,” pungkas Mustaki mengakhiri.

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.