13/05/2024

Warta5.com

cerdas mewartakan

Gerakan Islam di Indonesia Tidak Berpotensi Jadi Separatis

3 min read

[ A+ ] /[ A- ]


Jakarta – Kekuatan gerakan Islam di Indonesia tidak berpotensi sama sekali menjadi separatis. Demikian dikatakan sejarawan muda Tiar Anwar Bachtiar saat menjadi pembicara pada acara Bedah Buku “Sejarah Nasional Indonesia Untuk Pelajar” yang digelar di Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq, Otista Jakarta Timur, Senin (25/11/2019).

Buku Sejarah Nasional Indonesia Untuk Pelajar merupakan buah karya Suidat, alumni program Kaderisasi Seribu Ulama (KSU) Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Buku ini menyajikan salah satu bagian penting dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia, khususnya yang terkait dengan peran umat Islam Indonesia dalam melawan penjajah, meraih kemerdekaan, dan membangun Negara tercinta.

Menurut Doktor Tiar menonjolkan peran ummat Islam dalam pelajaran sejarah merupakan sesuatu yang lumrah dan tidak bertentangan dengan nasionalisme serta tidak pula termasuk separatisme. Karena menurutnya nasionalisme Indonesia tidak dapat dilepaskan dari Islam dan umat Islam. Sebab Islam dan umat Islam merupakan bagian yang inheren dari Indonesia.

“Dan sebetulnya buku-buku semacam ini bukan dalam konteks separatisme, supaya nanti kita bikin Negara Islam, ah itu salah besar, tapi dalam konteks membantu Negara sebenarnya, untuk apa? supaya Negara ini punya kekuatan yang lebih besar untuk membangun nasionalisme Indonesia”, terangnya.

“Agar Indonesia ini lebih awet”, tegas peneliti sejarah Institut Studi Pemikiran Islam dan Peradaban ini.

Menurutnya Islam dan umat Islam merupakan kekuatan penopang kokohnya nasionalisem Indonesia. Bahkan lebih kuat dan kokoh dari etnisitas (kesukuan atau kebangsaan).

“Jangan lupakan bahwa salah satu kekuatan nasionalisme itu adalah Agama (Islam)”, ungkapnya.

Jadi nasionalisme Indonesai kata kang Tiar berbeda dengan nasionalisme di Ingris, Prancis yang secular yang mereka sangat etnisitis.

“Tapi di Indoensia gak etnisitas, justru etnisitas itu potensi untuk lepas dari Indonesia sangat tinggi”, ujarnya.

Etnisitas itu lanjut Tiar berpotensi sangat tinggi karena sangat mudah digalang dan dijadikan alat legitimisai baru untuk lepas dari Indonesia atau alat separatisme. Ia mencontohkan separatis etnis Papua misalnya.
Oleh karena itu anggota Majelis Intelektua dan Muda Indonesia (MIUMI) pusat ini menolak kecurigaan “separatism” terhadap gerakan Islam. Karena menurutnya gerakan Islam tidak berpotensi untuk menjadi separatisme.

“Satu-satunya kekuatan yang tidak punya potensi untuk jadi separatis yaitu kekuatan Agama, kekuatan Islam,” tegasnya.

Ia mencontohkan keberadaan ormas-ormas sebagai salah satu repsentasi dari ummat Islam. Tidak dapat ditemukan alasan yang rasional, ormas Islam akan lepas dari Indonesia, karena ormas Islam tidak punya wilayah teritorial. Mereka ada di seluruh Indonesia memperkuat nasionalisme Indonesia.

“Ormas-ormas Islam itu sifatnya menggunakan ideologi keislamannya untuk mengkonsolidasi kekuatan, yang kepentingannya untuk kepentingan dakwah, konsolidasi kekuatan yang lintas etnik, lintas batas teritori kedaerahan yang membuat Indonesia semakin kuat”, jelasnya.

“Jadi kalau orang itu gabung dengan NU, Muhammadiyah, Wahdah, sudah tidak mungkin lagi lepas dari Indonesia, beda kalau gerakan etnisitas, itu sangat mungkin jadi separatisme,” ungkapnya.

Masalahnya ada sebagian kalangan yang curiga terhadap umat Islam karena mengaitkan dengan peristiwa masa lalu yang sebenarnya sudah selesai.

“Cuma kadang-kadang orang-orang yang tidak suka dengan Islam memandang gerakan Islam ini sebagai separatis, gara-gara (pernah) ada DI (DI/TII) Padahal DI itu kasus jauh itu, dan itu tidak disetujui oleh ormas-ormas Islam,” jelasnya.

NU, Muhammadiah, Persis, Bahkan A.Hasan yang merupakan kawan dekat Kartosuwiryo lanjut Tiar menganjurkan Kartosuwiryo untuk gabung saja dengan Indonesia.

Adapun gerakan Islam yang ada sekarang justru merupakan modal dan asset untuk memperkuat Indonesia.

“Tapi sesungghnya gerakan Islam yang muncul sekarang ini yang ada di mana-mana potensi besar untuk memmperkuat nasionalisme , sangat efektif dan ini bisa kita gunakan untuk terus memperkuat Indonesia,” terangnya.

Doktor Tiar mengungkapkan alasan mendasar bahwa nasionalisme Indonesia lebih dahulu dicetuskan oleh gerakan-gerakan Islam. Bahkan mendahului gerakan nasionalis berbasis etnis dan kesukuan.

“Sebelumnya (nasionalisme) diinisiasi oleh gerakan-gerakan Islam, tidak ada lagi istilah-istilah kedaerahan. Nasionalisem lintas kedaerahan yang tidak pakai nama Islam itu nanti muncul setelah tahun 1930an “, ungkapnya.

“Yang menginisiasi persatuan lintas etis itu gerakan Islam,” tambahnya.

Ia mencontohkan kemunculan gerakan-gerakan Islam lintas etnis dan daerah yang muncul sebelum tahun 1930an, seperti Sarekat Islam (SI) yang lahir tahun 1911, Muhammadiyah (1912), Persis 1923, Al-Irsyad (1914), NU (1926).

Oleh karena Pembina komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB) ini menilai bahwa menceritakan peran gerakan dan tokoh-tokoh Islam akan memperkuat nasionalisme Indonesia.
“Makanya ketika anak-anak Indonesia diajari bahwa Indonesia ini dilahirkan oleh tokoh Islam, itu adalah sesuatu yang membuat Indonesia semakin kokoh, tidak akan membuat Indonesia bubar, kalau kita masih peduli denga Indoensia,” tambahnya.

“Kalau kita melupakan bahkan memusuhui Islam sebagai factor di dalam membangun nasionalisme itu sama dengan bunuh diri, karena Indonesai dilepaskan dari salah satu kekuatan nasionalismenya, ini yang harus difahami secara mendasar,” tandasnya.

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.